Pengamat politik dari Universias Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung
Ismanto menilai pascapenangkapan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan
pencegahan kakak perempuan Wawan, Ratu Atut, dapat dipastikan suhu
politik di tanah Banten memanas.
Dinasti keturunan Chasan Sochib terancam runtuh karena menurunnya
kepercayaan publik. Kondisi ini, kata Gandung, dimanfaatkan banyak lawan
politik mereka. Gandung beranalisa, Ratu Atut dan saudara-saudarannya
tidak akan tinggal diam atas kondisi tersebut.
Gandung menilai istigosah yang digelar Atut pascapencekalan pada
Oktober lalu sebagai satu cara untuk mempertahankan hegemoni dinasti.
Pada istigosah itu Atut mengundang ulama dan jawara Banten. Ia memandang
hal tersebut sebagai pencitraan kepada masyarakat bahwa Ulama dan
Jawara masih berada di belakang keturunan Chasan Sochib.
“Suasana keguncangan di Banten jelas sangat terasa. Indikasinya
adalah respon pemerintah terhadap pemberitaan, serta bagaimana
pemerintah dalam suasana tidak kondusif kehilangan induk semangnya.,
karena selama ini semuanya kan atas petunjuk ibu (Atut) atau Wawan. Tapi
menurut saya hal ini tidak akan berujung hingga Chaos,” jelasnya.
Sejak penangkapan Wawan, intensitas Gubernur Banten muncul di publik
memang menurun. Pada rapat paripurna DPRD Banten dan acara seremonial
Hari Ulang Tahun provinsi Banten pada 4 Oktober lalu misalnya, gubernur
tak hadir. Di hari raya Idul Adha 15 Oktober, Atut hanya sebentar muncul
di publik.
Disebutkan, pascapencegahan pada 7 Oktober lalu sebagian besar
undangan untuk Gubernur digantikan oleh wakilnya, Rano Karno. Juru
Bicara keluarga Atut, Fitran Nur Ikhsan saat dihubungi menuturkan
Gubernur Banten masih sibuk menjalankan tugasnya, dan mengurus
permasalah lain. Untuk menghadapi wartawan kata Fitran hal itu bisa
diwakilkan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar